Hafalan Sholat Delisa
Karya : Tere Liye
Novel ini menceritakan tentang seorang anak perempuan
berumur 6 tahun, namanya Delisa, anak bungsu dari empat bersaudara dalam
keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah.
Mereka berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok Nga. Abi, panggilan untuk ayahnya,
bekerja sebagai seorang pelaut. Bekerja sebagai ahli mesin kapal tanker,
berlayar hingga berbulan-bulan. Ummi, panggilan untuk ibunya, tinggal bersama
ia dan ketiga kakaknya di Aceh.
Suatu hari, Delisa mendapatkan tugas dari gurunya, Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan sholat. Motivasi dari Ummi, berjanji akan memberikan hadiah jika ia bisa menghafal bacaan sholat, menambah semangat Delisa untuk menghafal. Hadiah yang dijanjikan Ummi itu berupa kalung yang dibeli di toko Koh Acan, Koh Acan adalah penjual perhiasan di pasar Lhok Nga. Koh Acan juga sahabat Abi Delisa. Saat itu Koh Acan memilihkan kalung yang ada huruf D, artinya D untuk Delisa. Delisa senang bukan kepalang dan tak sabar untuk mengenakan kalung itu.
Suatu hari, Delisa mendapatkan tugas dari gurunya, Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan sholat. Motivasi dari Ummi, berjanji akan memberikan hadiah jika ia bisa menghafal bacaan sholat, menambah semangat Delisa untuk menghafal. Hadiah yang dijanjikan Ummi itu berupa kalung yang dibeli di toko Koh Acan, Koh Acan adalah penjual perhiasan di pasar Lhok Nga. Koh Acan juga sahabat Abi Delisa. Saat itu Koh Acan memilihkan kalung yang ada huruf D, artinya D untuk Delisa. Delisa senang bukan kepalang dan tak sabar untuk mengenakan kalung itu.
Delisa menghafal diwarnai dengan sikap kakak-kakaknya yang pro dan kontra.
Ustadz Rahman yang merupakan guru TPA Delisa, juga banyak mengisi hari-hari
Delisa menjelang setoran hafalan shalatnya pada Ibu Guru Nur. Semangat dan
usaha Delisa tak sia-sia, ia mampu menghafal bacaan shalat. Ia bertekad harus
lancar saat praktik di depan Ibu Guru Nur dan teman lainnya. Shalat yang
sempurna untuk pertama kalinya.
Ketika Delisa mempraktikkan hafalan sholatnya di depan kelas, gempa yang
disertai tsunami melanda bumi Aceh. Seketika keadaan berubah. Ketakutan dan
kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu. Namun, Delisa tetap melanjutkan hafalan
sholatnya. Sesaat akan melaksanakan sujud pertamanya, Delisa roboh dan hanyut
oleh terjangan air laut yang sangat kuat.
Hari itu adalah hari dimana semua perhatian tertuju pada Aceh. Korban mencapai 15.000
jiwa, mungkin bisa lebih. Termasuk Ummi, dan ketiga kakak Delisa juga menjadi
korban. Beruntung Delisa bisa selamat karena Ibu Guru Nur
mengikat Delisa pada sebuah papan dengan kerudungnya. Meskipun Ibu Guru Nur
juga meninggal dunia. Berhari-hari Delisa terbaring kaku di semak-semak, kaki
dan tangannya patah, tapi gadis kecil ini masih bernafas. Sampai akhirnya,
Angkatan Laut Amerika menemukan Delisa. Delisa harus dirawat, kondisinya
kritis, kakinya harus diamputasi. Suster Shopi dan kak Ubay adalah sukarelawan
yang merawat Delisa di atas kapal Angkatan Laut Amerika. Mereka menyayangi
Delisa. Walaupun ini sangat berat bagi Delisa, ditambah lagi dengan berita
buruk ketiga kakaknya telah meninggal, jasadnya dikuburkan di kuburan masal.
Sedangkan Ummi Delisa belum ditemukan jasadnya. Tapi mereka tetap memotivasi
Delisa untuk tetap bertahan hidup, untuk melanjutkan kehidupan, menerima
semuanya dengan ikhlas.
Setelah kabar tsunami di Aceh santer seantero dunia, Abi Delisa pulang dari
Kanada untuk melihat keadaan keluarganya. Abi sangat sedih melihat keadaan Lhok
Nga yang sudah datar, tinggal puing-puing. Kabar telah dikuburkannya Aisyah,
Zahra, dan Fatimah membuat Abi semakin sedih. Sampai akhirnya ada kabar, Delisa
masih hidup, ia dirawat di Kapal Angkatan Laut Amerika, itu membuat Abi merasa
masih ada harapan. Kesedihan Abi berkurang. Meskipun belum ada kabar tentang
Ummi.
Delisa bertemu dengan Abi. Delisa menceritakan semuanya dengan tenang.
Tidak terlihat sebuah penyesalan dan pembangkangan. Dari kakinya yang sudah
diamputasi, tangannya yang patah, kepalanya yang botak karena luka, dan giginya
yang tanggal dua. Abi tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya.
Menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah.
Beberapa bulan pasca tsunami, Delisa sudah bisa menerima keadaan yang
sangat pahit itu, dia memulai kembali kehidupan dari awal bersama ayahnya.
Hidup di posko-posko yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup
dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan
keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat.
Beberapa bulan
berikutnya, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga
sukarelawan. Dan tugas yang dianggap berat berikutnya bagi Delisa adalah
mengembalikan hafalan sholatnya. Hafalan shalatnya hilang begitu saja. Namun,
bencana yang melanda Aceh tersebut membuat Delisa lebih dewasa, lebih memahami
makna ikhlas. Ikhlas untuk menerima keadaan, dan yang terpenting ikhlas untuk
menghafal hafalan shalatnya.
Akhir dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya.
Melanjutkan hidup untuk kehidupannya. Menjalani semua dengan ikhlas. Suatu ketika,
Delisa sedang mencuci tangan di tepian sungai, Delisa melihat ada pantulan
cahaya matahari sore dari sebuah benda, cahaya itu menarik perhatian Delisa
untuk mendekat. Tak dinyana, benda itu adalah kalung yang ada huruf D, D untuk
Delisa. Delisa yakin itu adalah kalung yang dibelinya di toko Koh Acan bersama
Ummi. Kalung untuk hadiah hafalan shalatnya. Selanjutnya yang membuat Delisa
bertambah terkejut, kalung itu digenggam tangan manusia, tangan yang sudah
tinggal tulang. Itu adalah Ummi Delisa.
BIODATA
Nama :
Andi Nadya Maisyita
Alamat :
Griya Bukit Jaya
Hobby :
Membaca dan Menggambar
TTL :
Jakarta, 5 November 1995
Cita-cita :
Penulis
Motto Hidup
: Menjadi yang bermanfaat
Gaya Belajar
: Visual
izin kopas yah